Thursday, December 26, 2013

Di Balik Konflik Lewonara-Lewobunga: Beny Goreskan Nadi Tangannya (2)

POS KUPANG.COM -- Sebelum hari penentuan perang, Senin (1/10/2012), sebagaimana kesepakatan lokal dua desa yang berperang, Lewobunga dan Lewonara, pemerintah sudah memobilisasi aparat  keamanan  dari Kepolisian Resor (Polres) Flores Timur (Flotim), Komando Distrik Militer (Kodim) 1624 Flotim, dan Bawah Kendali Operasi (BKO) Brigadir Mobil Kepolisian Daerah (Brimob Polda) NTT di Sikka. Sekitar 100 lebih personel siap mengamankan wilayah konflik di Dusun Bele, Desa Waiburak dan sekitarnya.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Flotim, AKBP Wahyu Prihatmaka, Dandim Flotim, Letkol (Inf) HR Beny Arifin masing-masing menjaga pasukan dan terus membangun negosiasi agar perang tidak terjadi.

Meredam situasi memang sulit, namun terus dibangun. Dan, akhirnya Senin (1/10/2012), hari yang ditentukan sebagai hari 'membunuh' gagal. Namun, hari Selasa (2/10/2012), situasi tidak bisa terkendali dan akhirnya dua orang warga Lewobunga menjadi korban. Keduanya terkena panah, satu di pinggul dan satunya persis di mulut.

Dandim Flotim, Letkol Beny, merasa gagal. Situasi terus memanas. Ia terus mencari jalan keluar agar perang dihentikan. Akhirnya, ia membangun negosiasi dengan  kedua belah pihak.

Pihak Lewonara meminta jaminan, perang bisa dihentikan asalkan tuntutan pihak Lewonara dikabulkan dengan mengembalikan warga Lewobunga yang menghuni translok di Riangbunga ke desa asalnya.

Dandim Beny mengiyakan dan meminta waktu untuk membangun komunikasi itu bersama pemerintah daerah mencari solusi. Namun,  pihak Lewonara masih belum yakin, sehingga Letkol Beny pun akhirnya menggoreskan nadi tangannya dengan pisau sehingga keluar darah sebagai jaminan untuk negosiasi.

Kondisi itu sempat menghentikan perang di pagi hari. Namun, Rabu (3/10/2012) sore, perang kembali pecah dengan korban anggota Kodim 1624 Flotim, Sersan Dua (Serda) Johanis Kesnai.  Pihak Lewonara belum melihat keseriusan pemerintah, dan akhirnya perang terus berlanjut pada Kamis (4/10/2012) sore. Yang menjadi korban adalah tiga warga Lewonara.

Tidak ada perintah mundur melalui pengeras suara. Yang terjadi hanya tembakan peringatan yang belum jelas hitungannya dan selanjutnya warga ditembak di kaki.  Situasi di Pulau Adonara terus memanas. Rumah dan lumbung padi warga ikut dibakar dan dihancurkan.

Anak-anak tidak sekolah, warga di sekitarnya juga tidak dapat melakukan aktivitas secara baik hingga saat ini. Masing-masing pihak mulai dari anak-anak hingga orang tua dua belah pihak 'bergagahan' berjalan-jalan keliling daerah konflik membawa panah, tombak, bom rakitan dan sejumlah jenis senjata lainnya. Namun, tidak ada yang bisa mengamankan senjata milik warga itu, aparat keamanan sekalipun. Ironis memang, tapi itulah seni berperang di Adonara.

Kondisi yang sulit dikendalikan membuat dua jenderal ikut ke lapangan. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Brigjen Polisi Ricky HP Sitohang dan Komandan Korem (Danrem) 161/Wirasakti, Brigjen TNI Ferdinand Setiawan,  terjun langsung ke Adonara. Keduanya bersama kedua warga yang berkonflik melakukan negosiasi. Situasi kembali aman, walau terus siaga.

Pemerintah Propinsi NTT menurunkan tim lima melakukan negosiasi, sementara tim pemerintah kabupaten belum bisa diterima. Hingga Senin (8/10/2012) Gubernur NTT, Frans Lebu Raya , turun daerah konflik dan meminta warga kedua belah pihak untuk ledan knube pae gala (lepaskan pedang, sandarkan tombak) atau gencatan senjata untuk satu kata, damai.

Kedua belah pihak menerima dengan masing-masing tuntutan. Pihak Lewobunga menuntut bahwa lokasi itu milik mereka. Dan, jika ada pihak yang mengklaim itu milik mereka, maka jalan yang dilakukan adalah upaya hukum.

Sementara pihak Lewonara menuntut warga Riangbunga yang menghuni translok kembali ke wilayah asalnya. Dua permintaan itu diterima gubernur dan akan menjadi bahan bagi tim untuk mencari solusi.

Gubernur NTT meretas jalan bagi Pemerintah Kabupaten Flotim untuk masuk. Tim sembilan dari masing-masing pemerintahan, baik propinsi maupun kabupaten diturunkan melakukan rekonsiliasi.

Sejumlah pihak, tokoh agama, tokoh masyarakat dan para anggota dewan ikut terlibat memberikan suasana sejuk. Dan, akhirnya Bupati Flotim, Yoseph Lagadoni Herin, bersama Wakil Bupati Flotim, Valentinus Sama Tukan, dan para pejabat, Rabu (24/10/2012), turun langsung menemui warga dan diterima secara baik melalui prosesi adat dan budaya setempat.

Bupati Flotim menerima tuntutan kedua warga yang berkonflik secara baik untuk mencarikan solusinya.  Banyak pihak mengharapkan perdamaian secepatnya untuk kehidupan yang lebih baik di Pulau Adonara.

Betapa tidak, perang antarkedua desa itu cukup mengganggu perekonomian masyarakat di Pulau Adonara. Di Adonara hanya ada satu jalan yang dilalui semua warga pegunungan, begitu juga pasar, hanya satu  yakni di Waiwerang yang menjadi tempat berkumpulnya semua pelaku pasar di Pulau Adonara.

Karena itu, Gubernur NTT pun tak henti-hentinya mengajak semua warga, tokoh masyarakat dan agama, baik di Flotim maupun luar Flotim untuk turun tangan menyuarakan perdamaian.

Perdamaian adalah jalan terbaik untuk dilalui. Perdamaian tertulis secara hukum, dan melalui sumpah adat harus dibangun sebagai tawaran solusi dan sejumlah alternatif solusi lainnya.  Dengan itu, damai untuk Lewotana, Lewonara dan Lewobunga di Pulau Adonara akan menjadi kenyataan. Dan, akan terus hidup dari generasi ke generasi.  Semoga. (syarifah sifah/habis)

Editor: alfred_dama
Sumber: Pos Kupang
POSKUPANG/SYARIFAH SIFAH
BAOLOLON--Bupati dan Wakil Bupati Flotim, Yoseph Lagadoni Herin dan Valentinus Sama Tukan, saat melakukan proses baololon di rumah adat Koli Lewopula di Akoli, Adonara, Rabu (24/10/2012)

No comments:

Post a Comment