Saturday, November 16, 2013

Tanah Lebih dari Sekedar Sumber Hidup

Tanah Lebih dari Sekedar Sumber Hidup
Persoalan yang menyangkut kepemilikan tanah, sangketa tanah ataupun tanah ulayat, yang kini membenam bagai fenomena gunung es, diharapkan dapat berakhir setelah kita disadarkan dengan pertikaian yang terjadi antara dua desa Lewonara dan Lewobunga, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Rabu 3 Oktober 2012 lalu.

Sebagaimana yang kita tahu, baik dari pemberitaan media ini maupun media-media lainnya, pertikaian di Adonara itu bukan pertikaian yang biasa bahkan situasi ketika pecah konflik begitu mencekam dan memprihatinkan.

Sungguh mencekamnya konflik itu, hingga aparat keamanan pun harus didatangkan dari luar Kabupaten Flores Timur. Kapolda NTT, Brigjen Polisi Ricky HP Sitohang, dan Komandan Korem (Danrem) 161/Wirasakti Kupang, Brigjen TNI Ferdinand Setiawan Jumat (5/10/12) datang sendiri ke lokasi kejadian. Terakhir Gubernur NTT Frans Lebu Raya pun datang ke lokasi untuk mencari jalan penyelesaian, bersama masyarakat yang bertikai.

Dari konflik ini, banyak pihak menaruh simpati dan empati dan menghendaki konflik ini segera berakhir. Banyak juga yang menyesalkan terjadinya konflik, jika sejak awal pemerintah dan para pihak terkait sudah dapat mengantisipasinya. Namun, banyak pula mengharapkan agar konflik ini adalah konflik yang terakhir dan jangan terjadi lagi bahkan jangan juga terjadi di tempat lain.

Kalau memang demikian harapan, maka sebenarnya secara diam-diam orang mengakui bahwa konflik tanah termasuk persoalan kepemilikan hak ulayat kini memang sedang menjadi persoalan masyarakat, entah itu di Adonara, Flores Timur dan Lembata, Flores umumnya bahkan Indonesia secara keseluruhan.

Sebagaimana konflik Lewonara dan Lewobunga yang menghendaki penyelesaian secara damai dengan menemukan akar masalah konflik, demikian juga persoalan yang sama terjadi di daerah lain membutuhkan penanganan yang ekstra termasuk mencari dan menemukan akar masalahnya untuk kemudian dilakukan penataan secara lebih baik.

Perlu disampaikan pula, dalam kehidupan masyarakat tertentu, tanah bukan sekedar property tapi juga kosmos dan jagad makna. Tanah tidak sekadar sumber hidup tapi juga pengatur hidup masyarakat penganut budaya itu. Terkahir, dalam masyarakat agraris, tanah selalu berkenaan dengan proses magis mistis yang didalamnya beroprasi pemaknaan akan teologi tanah. Meminjam istilah dari Pakar Hukum Undana, Chris Boro Tokan, konflik tanah tak sekedar masalah hukum, tetapi juga masalah magis religius yang sudah terpahami dan terjaga.

Apa yang diuraikan tentang jagad makna dari tanah, sebenarnya mau mengatakan bahwa tanah memang bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat agraris. Begitupun, penetaan masalah tanah harus pula memperhatikan suara-suara yang berkembang dalam masyarakat. Rasionalitas modern menemukan keterbatasan, manakala menutup telinga dari suara-suara yang hidup dalam masyarakat setempat.

Konflik tanah, tidak hanya dari pertikaian Lewonara dan Lewobunga, memberikan pelajaran bahwa banyak masalah tentang tanah yang belum terselesaikan secara baik. Para pengambil kebijakan atau pihak-pihak yang ditugaskan mengatur kehidupan masyarakat sudah saatnya mengakui kealpaan yang dibuat yang menyebabkan masyarakat hidup dalam ketidakpastian.

Sekarang, tugas pemerintah adalah memberikan perhatian lebih pada persoalan tanah termasuk membuat pemetaan akan persoalan tanah dan mengajak masyarakat untuk dapat menyelesaikan. Sebagaimana lembaga-lembaga adat yang diharapkan dapat turut serta menyelesaikan konflik, demikian juga pemerintah haruslah pemerintah yang berwibawa di mata rakyat sehingga dialogpun bisa dapat berjalan.

Kita tidak ingin, konflik terus berlarut apalagi mengorban jiwa dan harta benda. Kita juga tidak ingin suatu persoalan muncul yang kita sendiri sudah tahu penyebabnya namun lalai mengatasinya. Kita tidak ingin permusuhan dan dendam selalu menjadi batu sandungan dalam relasi manusia membangun dunia secara bersama.

Lagi-lagi kita harus mengakui persoalan tanah adalah persoalan bersama hari-hari ini. Penyelesaian harus menjadi program utama pemerintah. Kemauan untuk menyelesaikan dan kesediaan untuk berdialog dari pihak yang berkonflik menjadi pekerjaan kita hari ini dan ke depan untuk mewujudkan perdamaian. Ben
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2012/10/tanah-lebih-dari-sekedar-sumber-hidup/#sthash.ezl2Rw2V.dpuf

Sunday, November 10, 2013

Forum Komunitas Adat Bantu Atasi Konflik

Forum Komunitas Adat Bantu Atasi Konflik
Forum Komunitas Adat Bantu Atasi Konflik
08/11/2013 | Filed under: BERITA UTAMA | Posted by: BEN


Peserta yang mengikuti seminar dan sosialisasi pembentukan Komunitas Masyarakat Adat di desa Kelu Wain, Kecamatan Klubagolit, Adonara, Kamis 07 November 2013. (Foto : FBC/Melky Koli Baran)

LARANTUKA, FBC:Konflik lahan dalam masyarakat Flores Timur baik yang berhubungan dengan batas tanah, ataupun kepemilikan kini terus menyebar di sejumlah kampung. Konflik semacam ini seringkali terjadi karena nilai-nilai budaya dan kearifan-kearifan masyarakat adat telah luntur dan terkikis dari hari ke hari. Demikian juga persatuan dan kesaatuan dalam masyarakat perlahan mulai dikesampingkan.

Demikian salah satu point pandangan Pemerintah Kabupaten Flores Timur yang disampaikan camat Kelubagolit Yos Dasi Bumi di desa Kelu Wain mewakili Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin, pada pembukaan seminar dan sosialisasi pembentukan Komunitas Masyarakat Adat di desa Kelu Wain, Kecamatan Klubagolit, Adonara, Kamis 07 November 2013.

Kegiatan yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Flores Timur, dihadiri tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan para kepala Desa se-kecamatan Kelubagolit.

Kesbangpol Flores Timur dalam laporannya mengatakan, tokoh adat punya peranan yang sangat penting dalam seluruh pembangunan. Karena itu Pemda Flores Timur memandang strategis memfasilitasi terbentuknya forum komunitas adat.

Sekretaris Kesbangpol Kabupaten Flotim ibu Ati Gedeona, SH mengakui, hingga saat ini telah terbentuk 11 forum komunitas adat di 11 kecamatan dari 19 kecamatan yang direncanakan.

Identitas Lamaholot

Bernard Tukan, salah satu pembicara dalam seminar itu menegaskan, nilai-nilai budaya atau kearifan lokal penting dihidupkan kembali untuk menegaskan identitas masyarakat Lamaholot sebagai warga negara Indonesia.

Menurutunya nilai-nilai itu memberi inspirasi, motivasi dan animasi bahkan legitimasi atas kebijakan dan program pembangunan terkhusus di desa-desa di mana komunitas adat berada.

“Terhadap tuntutan semacam ini, Pemerintah Kabupaten Flores Timur perlu terus melakukan revitalisasi dan refungsionalisasi peran lembaga adat melalui upaya-upaya pemberdayaan oleh pemerintah kabupaten Flores Timur,”katanya.

Sebelumnya kepada FBC di Larantuka 06 November dalam kapasitas sebagai Sekretaris Forum Kerukunan antar Umat Beragama kabupaten Flores Timur ia mengingatkan pemerintah Flores Timur untuk tidak hanya bersifat responsif terhadap konflik-konflik yang terjadi karena masalah tanah, tetapi perlu melakukan pencegahan agar konflik tidak terjadi.

“Potensi-potensi konflik di beberapa titik telah ada. Karena itu pemda Flotim seharusnya lebih proaktif untuk melakukan pencegahan-pencegahan ketimbang konflik pecah baru melakukan tindakan,” ujarnya.

Membantu Pemerintahan Desa

Thomas Lewo, tokoh adat dari Hinga memberi catatan bahwa pembentukan lembaga adat sudah pernah dilakukan sebelumnya di berbagai tempat oleh bupati Felix Fernandez namun tidak bertahan karena motif dukungan politik sangat kuat melatarinya. “Karena itu, semuanya hilang tak berbekas,” ujarnya.

Dari kiri ke kanan, Ati Gedeona, SH, Bernard Tukan dan Yos Dasi Bumi (Foto : FBC/Melky Koli Baran)

Ia menilai, upaya-upaya yang dilakukan bupati Simon Hayon selanjutnya mulai kelihatan ada manfaatnya. Karena itu, pihaknya berpendapat bahwa pembentukan komunitas adat ini akan sangat membantu pemerintah di desa untuk memperkuat nilai-nilai adat dan budaya masyarakat.

Ester, seorang tokoh perempuan yang hadir dalam acara ini menyoroti kewibawaan lembaga pemangku adat bentukan pemerintah yang menurutnya kurang efektif mengendalikan ketertiban di komunitas-komunitas.

Ester mengemukakan realitas konflik di kecamatan itu yang tidak lepas dari sumbangan generasi muda. Menurutnya, kekacauan di komunitas-komunitas sering terjadi karena diprovokasi oleh anak-anak muda. “Mereka ini adalah salah satu kelompok strategis yang perlu pemberdayaan oleh forum komunitas adat yang akan dibentuk ini. Masalahnya, anak-anak muda sudah kurang membatinkan nilai-nilai dan budi adat Lamaholot,” katanya.

Camat Kelubagolit Yos Dasi Bumi beberapa kali dalam pembicaraannya sebagai Camat maupun mewakili bupati mengakui di kecamatan ini sering terjadi konflik. Bahkan konflik besar dan berdarah juga pernah terjadi di kecamatan ini beberapa waktu berlalu. Tanpa menyebutkan desa mana yang berkonflik, namun semua tahu bahwa Adobala dan Redontena adalah dua kampung di kecamatan ini yang berkonflik secara terbuka beberapa waktu lalu.

Memaknai sosialisasi ini, Kadar Jafar dari desa Horinara mengatakan, Forum Komunitas Adat tingkat kecamatan boleh dan perlu dibentuk. Namun kata dia, kultur dan struktur budaya di komunitas sudah baku. Karena itu mesti dilihat model pemberdayaan seperti apa yang perlu dilakukan agar semakin memperkuat apa yang telah ada.

Kata Kadar Jafar, jika pada masa pemerintahan Orde Baru terus dilakukan penjinakan terhadap elemen-elemen masyarakat sipil termasuk komunitas adat, maka saat ini yang diperlukan adalah dukungan untuk pemberdayaan.

Hal serupa disampaikan Elias Ola dari Horinara. Menurutnya, Lembaga dan pemangku-pemangku adat telah ada di desa hanya saja tidak diberikan ruang dalam penguatan masyarakat dan penyelesaian sengketa. Karena itu, dia mengharapkan forum yang dibentuk ini harus berperan memberdayakan potensi yang telah ada di desa-desa. (Melky Koli Baran)
Related Posts:

100 Rumah di Matim akan Dibedah
Forum Satu Lamaholot Tolak Usulan DOB Adonara
Warga Keluhkan Harga Minyak Tanah
Sambut Sail Komodo, Matim Kesulitan Jaringan Telkomsel
Anton Doni : Hubungan Industrial Jadi Barometer Pasar Kerja





- See more at: http://www.floresbangkit.com/2013/11/forum-komunitas-adat-bantu-atasi-konflik/#sthash.cn0GgQYY.dpuf