Friday, May 31, 2013

Aktor Intelektual Bentrokan Adonara Disinyalir dari Jakarta - Pos Kupang

Aktor Intelektual Bentrokan Adonara Disinyalir dari Jakarta - Pos Kupang
Aktor Intelektual Bentrokan Adonara Disinyalir dari Jakarta
Pos Kupang - Kamis, 15 November 2012 | 09:47 WITA
Ricki-HP-Sitohang.jpg
POS KUPANG/VEL
Kapolda NTT, Brigjen (Pol) Ricki HP Sitohang
POS KUPANG.COM, KUPANG -- Jajaran Kepolisian Daerah (Polda) NTT mengendus aktor intelektual di balik perang tanding Lewonara dan Lewobunga  yang terus berkecamuk di Adonara, Kabupaten Flores Timur. Aktor di balik perang tanding di Adonara disinyalir berasal dari Jakarta.

Kepala Kepolisian Daerah NTT, Brigadir Jenderal Polisi, Ricky HP Sitohang, mengatakan hal itu saat ditemui wartawan di Markas Polda NTT, Selasa (13/11/2012) siang.  Ia dikonfirmasi terkait situasi dan langkah Polda NTT untuk mengendalikan perang tanding 'jilid tiga' dua kubu di Adonara.

"Saya perhatikan ada aktor intelektual di belakang aksi perang tanding yang terus berlangsung. Aktor itu berasal dari Jakarta. Kami sudah mendapatkan informasi itu. Ada aktor intelektual yang menginginkan agar tanah itu diambil alih. Padahal, kalau tidak dipatok tidak akan berdampak sama sekali. Hanya batas desa saja kok ribut," ujar Ricky.

Kapolda menjelaskan, keberadaan aktor tersebut terlihat dari persoalan kecil dalam masalah itu, tetapi terus disulut sehingga menjadi besar. Namun ia enggan berkomentar terkait motif di balik perang tanding tersebut.  Ricky mengkhawatirkan motif yang disampaikan dapat membentuk opini menjelang pelaksanaan pemilihan gubernur (pilgub)  NTT tahun 2013.

Kapolda merasa peran polisi lebih besar dalam penanganan konflik perang tanding di Adonara. Sementara pemerintah daerah kurang pro aktif untuk penanganan akar permasalahannya.

Mengenai efektifitas tim yang dibentuk pemerintah, Kapolda Ricky menyatakan, tim kurang bekerja maksimal. Ia mendapat informasi masih ada perbedaan pendapat untuk penyelesaian konflik antara tim yang dibentuk pemerintah sendiri.

Kapolda mengatakan, ia turun ke lokasi beberapa waktu lalu untuk memotivasi anggota dan cepat mengambil tindakan penanganan konflik agar tidak memakan  korban jiwa manusia. Pasalnya, jajaran Polda NTT sudah berusaha maksimal untuk meredam konflik perang tanding antara dua belah pihak.

Usaha itu, demikian Ricky, ditunjukkan salah satunya sudah empat kali ia turun langsung memimpin pengamanan. "Bahkan kami sudah  maksimal. Besok (hari ini) saya turun lagi ke lokasi lantaran perintah Kapolri harus  mengeliminer agar tidak terjadi seperti daerah lain," ujarnya.

Selama tiga kali turun memimpin jalannya pengamanan, Kapolda Ricky menyatakan, persoalan akan selesai manakala pemerintah daerah optimal bekerja. Apalagi topik yang dipersoalkan kedua belah pihak masalah tanah ulayat. Untuk itu pemerintah harus tegas mengambil sikap sesuai aturan yang ada.

Untuk pengamanan lebih lanjut, Ricky  menyatakan, sudah memerintahkan pergeseran pasukan dari beberapa polres terdekat. Pasukan yang diturunkan ke Adonara berasal dari Polres Lembata, Sikka dan Ende.

Seperti diketahui Perang tanding jilid III pecah di Adonara, Flores Timur, Selasa (13/11/2012). Warga Lewonara dikepung dan diserang warga Lewobunga menggunakan senjata rakitan, bom rakitan, panah dan sejumlah senjata tajam lainnya.  Akibatnya, satu tewas dan 19 orang luka-luka, baik warga Lewonara maupun warga Lewobunga. Selain korban manusia, dua kendaraan truk, delapan sepeda motor dan sejumlah rumah terbakar.

Pengepungan dan serangan itu menyebabkan satu orang warga Lewonara tewas dan 13 orang lainnya luka berat dan ringan. Peristiwa ini terjadi usai paha kemaha atau penetapan tapal batas di Got Hitam, Dusun Riangbunga, Kecamatan Adonara Timur, yang selama ini menjadi sengketa antara warga Desa Lewonara dan warga  Lewobunga. Sekitar lima orang warga Lewobunga mengalami luka berat dan ringan. Warga yang tewas, yakni Laos Hege. Ia diduga dihantam menggunakan benda tumpul persis di tengkuk (leher bagian belakang).

Informasi yang dihimpun menyebutkan, tiga orang terkena panah, dua orang terkena senjata rakitan.  Belum diketahui kondisi korban, sebab korban tidak dibawa ke Rumah Sakit Waiwerang dan RSUD Larantuka.(aly)

Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang

Ini Korban Luka Bentrokan di Adonara - Pos Kupang

Ini Korban Luka Bentrokan di Adonara
Pos Kupang - Rabu, 14 November 2012 | 00:31 WITA
Korban-Rusuh-Adonara.jpg
POS KUPANG/SARIFAH SIFAH
Sekitar 12 korban luka berat dan ringan dirawat di RSUD Larantuka dan Puskesmas Waiwerang. Nampak dalam gambar, korban luka berat dan ringan yang dirujuk dari Puskesmas Waiwerang ke RSUD Larantuka. Gambar diambil, Rabu (13/11/2012) sore.
POS KUPANG.COM, LARANTUKA -- Satu orang warga tewas dan 13 orang lainnya mengalami luka berat dan ringan usai melakukan paha kemaha atau penetapan tapal batas di Got Hitam, Dusun Riangbunga, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT)  yang selama ini menjadi sengketa antara warga Desa Lewonara - warga Desa  Lewobunga.

Korban yang tewas diperkirahkab bernama Laos Hege warga Lewonara. Sementara para korban luka berat dan ringan yang dirawat di RSUD Larantuka  di antaranya, Anwar Hamid (31) warga Bele mengalami luka tembak di leher

Yeremias (42) warga Lewonara mengalami luka tembak pada bagian betis kanan bawah.

Yamin Hassan (50) warga Lewotala mengali luka tembak peluru di lengan sebelah kanan.

Nurdin Laga Lota (15) warga Bele, Desa Waiburak mengalami luka temak senjata rakitan pada bagian betis kiri.

Muhammad Kadir (59) warga Kampung Baru, Desa Narasosina, mengalami luka tembak senjata rakitan lengan bagian kiri dan pergelangan kiri.

Boli (42) warga Lewonara mengalami luka tembak senjata rakitan pada lengan sebelah kiri.

Frans Uma Daton (46) warga Lewonara mengalami luka panah lengan bagian kiri.

Thamrin Torob Sabon (32) warga Lewonara mengalami luka tembak peluru senjata rakitan dibagian kepala.

Karim Ali (52) warga Desa Waiburakmengalami luka tembak senjata rakitan pada lengan sebelah kanan.

Simon Sabon  (64) warga Lewonara mengalami luka tembak peluru senjata rakitan di bagian hidung sebelah kiri.

Zulkarnaen (35) warga Desa Saosina mengalami luka tembak senjata rakitan di bagian punggung bawah sebelah kiri.

Matheus Saverius (24) warga Lewonara mengalami luka tembak peluru pada bagian perut tengah.

Ridwan Rimbo (31) warga Desa Saosina mengalami luka tembak peluru ppada paha kiri.

Muhammad Gempar (18) warga Bele mengalami luka terbuka di betis kaki kiri ukuran 1 x 1 cm dengan kedalalaman peluru sekitar 15 cm. (iva)

Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang
Ini Korban Luka Bentrokan di Adonara - Pos Kupang

Adonara Rusuh Lagi, Satu Tewas 19 Luka, Dua Truk Dibakar - Pos Kupang

Adonara Rusuh Lagi, Satu Tewas 19 Luka, Dua Truk Dibakar - Pos Kupang
Adonara Rusuh Lagi, Satu Tewas 19 Luka, Dua Truk Dibakar
Pos Kupang - Selasa, 13 November 2012 | 23:23 WITA
Peta-Flores-Timur.jpg
Net
Flores Timur
POS KUPANG.COM, LARANTUK -- Satu orang tewas dan 13 orang lainnya mengalami luka berat dan ringan usai melakukan paha kemaha atau penetapan tapal batas di Got Hitam, Dusun Riangbunga, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT)  yang selama ini menjadi sengketa antara warga Desa Lewonara - warga Desa  Lewobunga.

Sementara sekitar 5 orang warga Lewobunga mengalami luka berat dan ringan.

Salah satu kelompok warga dikepung dan diserang kelompok warga lainnya  menggunakan senjata rakitan, bom rakitan, panah dan sejumlah senjata tajam lainnya.

Selain satu tewas dan 19 orang luka-luka baik dari Lewonara dan Lewobunga, korban yang timbul akibat pengepungan itu adalah pembakaran dua mobil truk, delapan sepeda motor dan beberapa rumah.

Sementara mereka yang tewas yakni, Laos Hege warga Lewonara. Ia diduga dihantam menggunakan benda tumpul persis di leher bagian belakang. Ditubuh korban tidak ada bekas luka namun yang ada hanya bekas lebam akibat benda tumpul yang digunakan untuk memukul korban dari belakang.

Namun, informasi yang dihimpun menyebutkan, tiga orang kena panah dan dua orang kena senjata rakitan.  Belum diketahui kondisi korban, sebab korban tidak dibawa ke Rumah Sakit Waiwerang dan RSUD Larantuka.

Kapolres Flotim, AKBP. Wahyu Prihatmaka, SH yang dihubungi melalui hanphonnya, Selasa (13/11/2012) mengakui adanya perang itu. "Saya sedang berada di lapangan.  Aparat keamanan sedang bekerja,"kata Wahyu singkat.

Sementara itu, pantauan wartawan, Selasa (13/10/2012) di RSUD Larantuka, sekitar pukul 14.00 Wita, mobilisasi korban dari Waiwerang terus berdatangan hingga 13 orang. Semuanya dirawat di RSUD Larantuka.

Kedatangan para korban warga Lewonara yang terkena senjata tajam dari warga Lewobunga itu sempat menghebohkan Kota Larantuka. Para korban yang datang ke RSUD Larantuka menjadi tontotan.(iva)

Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang

Barbarianisme di Era Modern - Pos Kupang

Barbarianisme di Era Modern - Pos Kupang
Barbarianisme di Era Modern
Pos Kupang - Senin, 12 November 2012 | 20:36 WITA
Berita Terkait
(Soal Konflik Horizontal Di NTT)

Oleh Lasarus Jehamat
Sosiolog Undana; Peneliti di Bengkel APPeK Kupang


KONFLIK horizontal yang diikuti dengan kekerasan kembali terjadi di Flores Timur. Pos Kupang dalam beberapa pekan ini gencar memberitakan konflik sosial yang terjadi. Beragam pendapat dari berbagai pihak telah menghiasi media. Mencari solusi untuk ketenangan masyarakat. Resolusi konflik pun muncul. Meskipun resolusi konflik telah dilakukan, penyakit kaum barbar seolah menjadi ciri khas masyarakat modern di Indonesia, termasuk di NTT saat ini. Tulisan ini membahas tentang tererosinya kualitas struktur sosial di daerah ini.

Tesis dasarnya adalah bahwa konflik horizontal (konflik tanah, mangan, perbatasan, perkelahian antarpemuda, antarkampung, dll) di NTT erat hubungannya dengan perubahan struktur sosial berikut delegitimasi peran elit tradisional pada seluruh sisi kehidupan sosial. Setiap mekanisme penyelesaian konflik dalam masyarakat dengan tingkat pluralitas sosial, etnis dan budaya yang sangat beragam akan sia-sia jika tidak melacak struktur sosialnya.

Struktur Sosial
Dalam studi sosiologi, struktur sosial dipahami sebagai bentuk jaringan hubungan sosial dimana interaksi terjadi dan terorganisir serta melalui mana posisi sosial individu dan subkelompok dibedakan. Dalam konteks ini, struktur sosial merupakan pola relasi sosial yang terjadi di masyarakat menurut posisi dan status sosialnya. Setiap individu memiliki posisi dan status sosial yang berbeda dan biasa digunakan untuk mempertahankan solidaritas dan integrasi sosial masyarakat. Posisi dan status sosial kemudian termanifestasi dalam berbagai bentuk insitusi sosial. Maka bisa dimengerti mengapa dalam masyarakat kita terdapat banyak institusi sosial seperti institusi keluarga, perkawinan, pendidikan,  agama, institusi adat dan lain sebagainya. Semua institusi itu digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat.

Berhubungan dengan konflik sosial di Flores Timur, harus diakui bahwa terjadi delegitimasi otoritas elit tradisional terjadi karena elit kehilangan simbol otoritas dan sumber legitimasi baik karena tegangan internal (perebutan status sosial) juga karena determinasi faktor eksternal (perubahan sosial, politik, ekonomi dan budaya). Ketika elit tradisional ini berkonflik maka delegitimasi otoritas sebetulnya sedang terjadi dalam tegangan internal seperti itu. Inilah yang oleh para ahli konflik disebut sebagai tegangan internal antarelit tradisional.

Selain karena tegangan internal, berbagai perubahan sosial dan budaya sebagai bias dari masyarakat industri kapitalis dan besarnya determinasi negara ke desa menjadi sebab eksternal berubah dan runtuhnya struktur sosial masyarakat. Manakala struktur sosialnya berubah tanpa diikuti dengan penguatan kembali nilai-nilai lokal sebagai basis penguatan struktur sosial maka berbagai konflik horizontal lain dengan segera mengikutinya.

Delegitimasi otoritas kemudian diperparah oleh ketiadaan mekanisme penyangga tatanan sosial budaya seperti ritual adat. Padahal menurut Turner (1977), keberadaan ritual bagi masyarakat sangat diperlukan. Berbagai ritual adat merupakan media yang dipakai oleh pihak yang memiliki otoritas untuk mempertahankan otoritas tradisionalnya. Sayang, banyak ritual adat di masyarakat Flores Timur dan juga di daerah lain di wilayah ini nyaris porak poranda dan tererosi oleh tekanan budaya luar sehingga generasi muda enggan mengikuti ragam ritualitas budaya lokal. Akibatnya, kita kehilangan pegangan dalam bersikap dan bertindak.

Tsunami Sosial
Pertemuan dengan budaya luar, determinasi kapital di desa, masuknya negara, berbagai tensi sosial dan tensi politik dalam era otonomi daerah merupakan sebab pokok terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat. Sebab-sebab yang diidentifikasi di atas nyaris seperti tsunami sosial yang menghantui masyarakat NTT dan siap meluluhlantahkan kehidupan sosial budaya masyarakat kita. Masuknya budaya luar dalam langgam modernisasi desa misalnya menyebabkan masyarakat meninggalkan budaya dan adatnya sendiri lalu menerima budaya asing. Determinasi budaya asing pada gilirannya berdampak pada longgarnya integrasi dan kolektifitas sosial.

Masuknya negara dalam wujud homogenisasi desa, menyebabkan elit tradisional kehilangan legitimasi dan otoritas. Harus diakui bahwa, masuknya negara diikuti dengan pengambilalihan hak dan wewenang elit tradisional pada gilirannya menimbulkan guncangan otoritas elit tradisional sebab kaum elit ini kehilangan basis legitimasinya.

Dengan demikian, konflik tanah, konflik antarpemuda, konflik antarkampung dan berbagai bentuk konflik horizontal lain misalnya, tidak hanya dibaca dalam terang perebutan tanah semata atau karena perebutan lahan bisnis atau ekonomi saja. Konflik horizontal harus dimengerti dalam konteks perubahan struktur sosial  pada skala yang lebih luas; bahwa secara umum telah terjadi perubahan pola-pola hubungan dan jaringan sosial pada masyarakat kita. Jika kita melihat konflik horizontal antarkampung hanya dihubungkan dengan tindakan balas dendam melulu tanpa melihat bahwa telah terjadi perubahan struktur sosial umumnya maka kita sebenarnya sedang berteriak karena melihat asap api yang mengepul tanpa berupaya mencaritahu sumber dan sebab munculnya asap itu. Konflik horizontal yang terjadi di Flores Timur dan juga di beberapa wilayah di NTT, hemat saya harus diperiksa dalam konteks perubahan struktur sosial ini.

Jika itu yang terjadi maka proses penyelesaian konflik harus dimulai dengan kembali melacak struktur sosial masyarakatnya terlebih dahulu. Ini penting sebab dengan melihat struktur sosial kita bisa mengetahui pola relasi sosial pihak-pihak yang berkonflik serta memahami substansi konflik dengan lebih bijak. Pola relasi sosial inilah yang kemudian menjadi titik pijak kita dalam membuat peta konflik, merumuskan mekanisme penyelesaian konflik, memutuskan siapa yang bersalah dan siapa yang benar serta menentukan mekanisme pemberian sanksi sosial. Jika kita tidak memeriksa struktur sosial dan hanya sibuk menangani fenomena sosial yang tampak-kasat mata saja maka bukan tidak mungkin akan terjadi konflik sosial lanjutan pada masyarakat kita. *

Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang

Sunday, May 19, 2013

PANA DAI TALA RIANGRINDU

RIANGRINDU berada di satu area dengan RIANGBUNGA yang mana disana berdiri: "SMA Negeri Riangbunga." Jalan menuju Riangrindu melewati Dusun Riangbunga ini. Dari jalan utama sekitar 500 meter ke dalam. Yang menarik adalah bahwa di ujung Riangbunga ini berdiri sebuah papan tanda bertuliskan "PANA DAI TALA RIANGRINDU" sebagai ucapan selamat datang
"PANA DAI TALA RIANGRINDU" seakan mengajak saya untuk kembali dan kembali lagi karenaa disana ada orang2 yang aku cintai, saudara2ku kerabat dan teman2 yang ada disana

Riangrindu dihuni oleh penduduk dari dua desa berbeda yakni Desa Lewobungga dan Desa Kiwangona yang kesemuanya hidup berdampingan dalam suasana akrab dan harmonis. Dari segi tata kampung, rumah2 penduduk didirikan secara rapi dan teratur mengikuti konsep perumahan modern. Sama halnya dengan konsep penataan kampung di Riangbunga.

RIANGRINDU, begitupun RINDU ini begitu besar padamu

ADONARA: TETI LANGO SORA TARAN ~ MARGA BETAN

KOMPAS.com: Adonara dan Sebuah Kisah Perang Tanding

KOMPAS.com: Adonara dan Sebuah Kisah Perang Tanding
Selasa, 20 November 2012 | 22:31 WIB
|
Share:
Adonara dan Sebuah Kisah Perang Tanding Googlemap Peta Flores Timur
Oleh Laurensius Molan
Kisah perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, masih mengihiasi halaman depan sejumlah media cetak lokal yang terbit di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kisah perang tanding antara dua suku bersaudara di wilayah Kecamatan Adonara Timur itu berawal dari klaim kepemilikan tanah ulayat yang selama ini ditempati warga dari suku Lewobunga.
Suku Lewonara tetap mengklaim bahwa lahan yang ditempati suku Lewobunga untuk membangun pemukiman dan berladang adalah milik mereka. Klaim tersebut tidak diterima oleh warga suku Lewobunga.
Bagaimana untuk membuktikan kebenaran hak kepemilikan tanah tersebut? Jalan yang ditempuh untuk mencari kebenaran adalah melalui pertumpahan darah. Maka bergolaklah perang tanding antara kedua suku tersebut dari awal Oktober dan masih terus berlangsung hingga saat ini.
Perang tanding antara kedua suku di Adonara tersebut, tidak menggunakan strategi perang gerilya atau perang modern, tetapi langsung ke arena yang telah disepakati sebagai lokasi perang tanding. Mereka sendirilah yang menentukan hari dan tanggal untuk bertarung di arena yang ditentukan tersebut.
Kedua belah pihak membawa senjatanya masing-masing, seperti parang, tombak serta anak panah. Siapa yang lebih dahulu melepaskan anak panah dari busurnya maka hal itu sebagai isyarat bahwa perang segera dimulai.
Seorang misionaris asal Belanda Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island).
Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara".
Lamber Mean Tokan, salah seorang putra Adonara yang juga staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nusa Cendana Kupang mengamini pandangan yang dikemukakan Ernst Vatter tersebut.
"Vatter melihat langsung apa yang terjadi pada saat itu di Pulau Adonara. Dan, sampai sekarang masih juga terjadi. Ini sebuah kisah nyata yang meligitimasi Adonara sebagai Pulau Pembunuh," katanya.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang juga putra asli Adonara dengan tegas mengatakan "Apa yang kita banggakan dengan sebutan Adonara sebagai Pulau Pembunuh?".
"Kita sudah berada pada zaman berbeda, sehingga semua persoalan yang terjadi tidak harus diselesaikan dengan pertumpahan darah. Perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga harus segera diakhiri," katanya menegaskan.
Gubernur Lebu Raya kemudian menunjuk dan mengutus beberapa tokoh Adonara yang ada di Kupang untuk memediasi kedua belah pihak yang sedang bertikai.
Tim mediasi dari Kupang tersebut dipandang sukses dalam menjalankan misinya, karena berhasil mempertemukan kedua belah pihak untuk melakukan genjatan senjata.
Gubernur NTT bersama beberapa tokoh adat di Pulau Adonara dan Larantuka dilibatkan dalam upaya perdamaian tersebut. Semua pihak sepakat untuk mengakhiri peperangan. Adonara kembali tenang. Tak ada lagi perasaan takut di antara kedua kubu yang bertikai.
Namun, pada 13 November 2012, Adonara kembali membara. Warga suku Lewonara yang turun ke wilayah sengketa untuk menentukan batas-batas kepemilikan lahan, justru diserang oleh warga dari suku Lewobunga.
Seorang tewas dalam insiden tersebut. Belasan orang lainnya mengalami luka-luka, serta sejumlah kendaraan dibakar massa pada saat itu. Kapolda NTT Brigjen Pol Ricky HP Sitohang turun langsung ke arena perang untuk menenangkan massa.
Misi yang diemban jenderal polisi berbintang satu itu adalah menyita senjata tajam milik warga kedua suku yang diduga dijadikan sebagai alat untuk berperang, seperti parang, tombak dan anak panah.
Adonara dilukiskan banyak pihak bagai "api dalam sekam". Artinya, sewaktu-waktu mudah meledak jika terjadi gesekan-gesekan, meski aparat kepolisian sudah maksimal menjalankan tugas perdamaian di Pulau Adonara.
Paul Ardnt, seorang etnografer yang juga misionaris asal Polandia juga menceriterakan soal keganasan di Pulau Adonara. Sejak era 1900-an, kata dia, nama Adonara sudah dikenal oleh para misionaris dan bangsa Eropa yang singgah ke Flores.
"Misionaris dari Eropa mengenal Adonara bukan karena keindahan alam atau kecerdasan masyarakatnya, tetapi karena kekejaman dan berbagai tindak kekerasan yang terjadi di sana," katanya.
Vatter dan Ardnt dalam berbagai bukunya, memberi perhatian yang besar terhadap Adonara. Menurut Ardnt perang di Adonara dilakukan dengan cara yang sangat kejam, mereka saling membunuh dengan memotong bagian tubuh lawan.
Masyarakat Adonara diceritakan sangat temparamen, masalah-masalah kecil seperti saling ledek dapat memicu perkelahian yang berujung pembunuhan.
Demon dan Paji
Berdasarkan hasil kajian ilmiah kedua misionaris tersebut, kisah pembunuhan sadistis di Pulau Adonara bermula dari peran dua tokoh di pulau tersebut, yakni Demon dan Paji.
Dua tokoh inilah yang konon memicu perang di tanah Adonara. Singkatnya, Demon dan Paji adalah sebuah folklore yang ada di Adonara entah sejak kapan.
Demon dan Paji adalah saudara kandung, tetapi mereka memiliki perbedaan karakter yang acap kali menimbulkan perselisihan, hingga sampai suatu saat mereka bertengkar hebat dan kemudian Paji melarikan diri ke Pulau Adonara, sementara Demon tetap di wilayah asal mereka, Larantuka.
P.Rud Rahman dalam tulisannya tentang Para Dewa Suku Primitif di Timur Laut India Muka (Gottheiten der Primitivstamme im nordostlichen) menceritakan adanya folklore dari suku Munda di India yang ternyata mirip juga dengan cerita Demon dan Paji serta kesamaan adat istiadat.
Menurut orang Demon di Adonara Barat, darah manusia harus membasahi bumi sebagai kurban agar hujan turun. Hal ini bertolak dengan orang Paji yang tidak membawa kurban untuk tanah/bumi. Hal ini juga dapat ditemui di Munda, terdapat dua kelompok yang berlainan, yang satu mempersembahkan darah manusia kepada bumi, yang satu tidak.
Ada banyak kesamaan-kesamaan lain yang terdapat dari kedua daerah ini, terutama dari segi linguistik. Apakah pernah ada interaksi dari dua suku yang terpisah begitu jauh hingga memiliki banyak kesamaan? Semua masih dalam tanda tanya, karena belum ada literatur pun yang mengungkap tentang kisah tersebut.
Adonara hanyalah sebuah pulau kecil yang terletak di bibir pantai Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur di ujung timur Pulau Flores yang hanya dibatasi Selat Gonzalo seluas 300 meter yang terkenal dengan arus lautnya yang ganas itu.
Di sebelah timur, berbatasan dengan Pulau Lembata, sebuah pulau yang terkenal dengan Kampung Lamalera yang memburu ikan Paus dengan cara tradisional menggunakan tombak. Di sebelah selatan, berbatasan dengan Pulau Solor, dan di utara langsung berhadapan dengan laut flores yang sangat kaya akan biota lautnya.
Adonara yang dilukiskan sebagai "Killer Island" masa lalu, kembali menyeruak dengan ungkapan serupa setelah munculnya kasus perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga.
Namun, Gubernur NTT Frans Lebu Raya dengan tegas mengatakan "Apa yang dapat kita banggakan dengan sebutan seperti itu (Killer Island)? Kita telah berada di zaman yang berbeda".
"Setiap persoalan yang muncul di Tanah Adonara tidak harus diselesaikan dengan mengangkat parang dan tombak, tetapi harus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan setiap persoalan muncul seperti dalam kasus perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga," kata Lebu Raya.
Sumber :
ANT
Editor :
Jodhi Yudono

Daftar Para Korban Kerusuhan di Adonara - Tribunnews.com

Daftar Para Korban Kerusuhan di Adonara

Rabu, 14 November 2012 06:38 WIB
Daftar Para Korban Kerusuhan di Adonara
Pos Kupang
Sekitar 12 korban luka berat dan ringan dirawat di RSUD Larantuka dan Puskesmas Waiwerang. Nampak dalam gambar, korban luka berat dan ringan yang dirujuk dari Puskesmas Waiwerang ke RSUD Larantuka. Gambar diambil, Rabu (13/11/2012) sore
TRIBUNNEWS.COM,LARANTUKA -- Satu orang warga tewas dan 13 orang lainnya mengalami luka berat dan ringan usai melakukan paha kemaha atau penetapan tapal batas di Got Hitam, Dusun Riangbunga, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang selama ini menjadi sengketa antara warga Desa Lewonara - warga Desa Lewobunga.
Korban yang tewas diperkirahkab bernama Laos Hege warga Lewonara. Sementara para korban luka berat dan ringan yang dirawat di RSUD Larantuka di antaranya, Anwar Hamid (31) warga Bele mengalami luka tembak di leher
Yeremias (42) warga Lewonara mengalami luka tembak pada bagian betis kanan bawah.
Yamin Hassan (50) warga Lewotala mengali luka tembak peluru di lengan sebelah kanan.
Nurdin Laga Lota (15) warga Bele, Desa Waiburak mengalami luka temak senjata rakitan pada bagian betis kiri.
Muhammad Kadir (59) warga Kampung Baru, Desa Narasosina, mengalami luka tembak senjata rakitan lengan bagian kiri dan pergelangan kiri.
Boli (42) warga Lewonara mengalami luka tembak senjata rakitan pada lengan sebelah kiri.
Frans Uma Daton (46) warga Lewonara mengalami luka panah lengan bagian kiri.
Thamrin Torob Sabon (32) warga Lewonara mengalami luka tembak peluru senjata rakitan dibagian kepala.
Karim Ali (52) warga Desa Waiburakmengalami luka tembak senjata rakitan pada lengan sebelah kanan.
Simon Sabon (64) warga Lewonara mengalami luka tembak peluru senjata rakitan di bagian hidung sebelah kiri.
Zulkarnaen (35) warga Desa Saosina mengalami luka tembak senjata rakitan di bagian punggung bawah sebelah kiri.
Matheus Saverius (24) warga Lewonara mengalami luka tembak peluru pada bagian perut tengah.
Ridwan Rimbo (31) warga Desa Saosina mengalami luka tembak peluru ppada paha kiri.
Muhammad Gempar (18) warga Bele mengalami luka terbuka di betis kaki kiri ukuran 1 x 1 cm dengan kedalalaman peluru sekitar 15 cm. (iva)

Metro TV: Warga Dua Desa di Adonara Belum Mau Berdamai

Liputan 6 SCTV: Polisi Razia Senjata Tajam

Metro TV: Polisi Sita Ribuan Senjata di Pulau Adonara

Liputan 6 SCTV: Bentrok Flores, Muspida Lakukan Perdamaian

Metro TV: 3 Orang Terkena panah dalam Perang Antarkampung

Liputan 6 SCTV: Perang Adonara, Satu Tewas

Metro TV: Bentrok Antar Kampung di Flores Timur Kembali Pecah