POS KUPANG.COM --
Sebelum hari penentuan perang, Senin (1/10/2012), sebagaimana
kesepakatan lokal dua desa yang berperang, Lewobunga dan Lewonara,
pemerintah sudah memobilisasi aparat keamanan dari Kepolisian Resor
(Polres) Flores Timur (Flotim), Komando Distrik Militer (Kodim) 1624
Flotim, dan Bawah Kendali Operasi (BKO) Brigadir Mobil Kepolisian Daerah
(Brimob Polda) NTT di Sikka. Sekitar 100 lebih personel siap
mengamankan wilayah konflik di Dusun Bele, Desa Waiburak dan sekitarnya.
Kepala
Kepolisian Resor (Kapolres) Flotim, AKBP Wahyu Prihatmaka, Dandim
Flotim, Letkol (Inf) HR Beny Arifin masing-masing menjaga pasukan dan
terus membangun negosiasi agar perang tidak terjadi.
Meredam
situasi memang sulit, namun terus dibangun. Dan, akhirnya Senin
(1/10/2012), hari yang ditentukan sebagai hari 'membunuh' gagal. Namun,
hari Selasa (2/10/2012), situasi tidak bisa terkendali dan akhirnya dua
orang warga Lewobunga menjadi korban. Keduanya terkena panah, satu di
pinggul dan satunya persis di mulut.
Dandim Flotim, Letkol Beny,
merasa gagal. Situasi terus memanas. Ia terus mencari jalan keluar agar
perang dihentikan. Akhirnya, ia membangun negosiasi dengan kedua belah
pihak.
Pihak Lewonara meminta jaminan, perang bisa dihentikan
asalkan tuntutan pihak Lewonara dikabulkan dengan mengembalikan warga
Lewobunga yang menghuni translok di Riangbunga ke desa asalnya.
Dandim
Beny mengiyakan dan meminta waktu untuk membangun komunikasi itu
bersama pemerintah daerah mencari solusi. Namun, pihak Lewonara masih
belum yakin, sehingga Letkol Beny pun akhirnya menggoreskan nadi
tangannya dengan pisau sehingga keluar darah sebagai jaminan untuk
negosiasi.
Kondisi itu sempat menghentikan perang di pagi hari.
Namun, Rabu (3/10/2012) sore, perang kembali pecah dengan korban anggota
Kodim 1624 Flotim, Sersan Dua (Serda) Johanis Kesnai. Pihak Lewonara
belum melihat keseriusan pemerintah, dan akhirnya perang terus berlanjut
pada Kamis (4/10/2012) sore. Yang menjadi korban adalah tiga warga
Lewonara.
Tidak ada perintah mundur melalui pengeras suara. Yang
terjadi hanya tembakan peringatan yang belum jelas hitungannya dan
selanjutnya warga ditembak di kaki. Situasi di Pulau Adonara terus
memanas. Rumah dan lumbung padi warga ikut dibakar dan dihancurkan.
Anak-anak
tidak sekolah, warga di sekitarnya juga tidak dapat melakukan aktivitas
secara baik hingga saat ini. Masing-masing pihak mulai dari anak-anak
hingga orang tua dua belah pihak 'bergagahan' berjalan-jalan keliling
daerah konflik membawa panah, tombak, bom rakitan dan sejumlah jenis
senjata lainnya. Namun, tidak ada yang bisa mengamankan senjata milik
warga itu, aparat keamanan sekalipun. Ironis memang, tapi itulah seni
berperang di Adonara.
Kondisi yang sulit dikendalikan membuat dua
jenderal ikut ke lapangan. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT,
Brigjen Polisi Ricky HP Sitohang dan Komandan Korem (Danrem)
161/Wirasakti, Brigjen TNI Ferdinand Setiawan, terjun langsung ke
Adonara. Keduanya bersama kedua warga yang berkonflik melakukan
negosiasi. Situasi kembali aman, walau terus siaga.
Pemerintah
Propinsi NTT menurunkan tim lima melakukan negosiasi, sementara tim
pemerintah kabupaten belum bisa diterima. Hingga Senin (8/10/2012)
Gubernur NTT, Frans Lebu Raya , turun daerah konflik dan meminta warga
kedua belah pihak untuk ledan knube pae gala (lepaskan pedang, sandarkan
tombak) atau gencatan senjata untuk satu kata, damai.
Kedua
belah pihak menerima dengan masing-masing tuntutan. Pihak Lewobunga
menuntut bahwa lokasi itu milik mereka. Dan, jika ada pihak yang
mengklaim itu milik mereka, maka jalan yang dilakukan adalah upaya
hukum.
Sementara pihak Lewonara menuntut warga Riangbunga yang
menghuni translok kembali ke wilayah asalnya. Dua permintaan itu
diterima gubernur dan akan menjadi bahan bagi tim untuk mencari solusi.
Gubernur
NTT meretas jalan bagi Pemerintah Kabupaten Flotim untuk masuk. Tim
sembilan dari masing-masing pemerintahan, baik propinsi maupun kabupaten
diturunkan melakukan rekonsiliasi.
Sejumlah pihak, tokoh agama,
tokoh masyarakat dan para anggota dewan ikut terlibat memberikan
suasana sejuk. Dan, akhirnya Bupati Flotim, Yoseph Lagadoni Herin,
bersama Wakil Bupati Flotim, Valentinus Sama Tukan, dan para pejabat,
Rabu (24/10/2012), turun langsung menemui warga dan diterima secara baik
melalui prosesi adat dan budaya setempat.
Bupati Flotim
menerima tuntutan kedua warga yang berkonflik secara baik untuk
mencarikan solusinya. Banyak pihak mengharapkan perdamaian secepatnya
untuk kehidupan yang lebih baik di Pulau Adonara.
Betapa tidak,
perang antarkedua desa itu cukup mengganggu perekonomian masyarakat di
Pulau Adonara. Di Adonara hanya ada satu jalan yang dilalui semua warga
pegunungan, begitu juga pasar, hanya satu yakni di Waiwerang yang
menjadi tempat berkumpulnya semua pelaku pasar di Pulau Adonara.
Karena
itu, Gubernur NTT pun tak henti-hentinya mengajak semua warga, tokoh
masyarakat dan agama, baik di Flotim maupun luar Flotim untuk turun
tangan menyuarakan perdamaian.
Perdamaian adalah jalan terbaik
untuk dilalui. Perdamaian tertulis secara hukum, dan melalui sumpah adat
harus dibangun sebagai tawaran solusi dan sejumlah alternatif solusi
lainnya. Dengan itu, damai untuk Lewotana, Lewonara dan Lewobunga di
Pulau Adonara akan menjadi kenyataan. Dan, akan terus hidup dari
generasi ke generasi. Semoga.
(syarifah sifah/habis)
Editor: alfred_dama
|
POSKUPANG/SYARIFAH SIFAH
BAOLOLON--Bupati
dan Wakil Bupati Flotim, Yoseph Lagadoni Herin dan Valentinus Sama
Tukan, saat melakukan proses baololon di rumah adat Koli Lewopula di
Akoli, Adonara, Rabu (24/10/2012)
|